Hipersemiotika di Bisnis Properti

Hipersemiotika di Bisnis Properti

Sebuah rumah besar di kawasan Pondok Indah Jakarta


Dari semua sektor bisnis, bisnis properti bisa disebut yang paling amburadul pemakaian bahasanya. Bahasa yang digunakan, baik bahasa Indonesia, setengah Indonesia, atau sepenuhnya asing, cenderung superlatif, sensasional, yang sama sekali tidak menggambarkan realitas proyeknya. Pengembang di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) adalah pelopor penggunaan bahasa menggelembung itu sampai hari ini. Sebagian pengembang di luar Jakarta mengikutinya dengan sukacita.

Di Jabodetabek misalnya, kita mengenal perumahan Alam Sutera, Kota Wisata, Legenda Wisata, Grand Wisata, dan CitraGarden. Tapi, Anda akan kecewa kalau berharap di Alam Sutera akan menemui suasana hunian sehalus sutra atau hidup di tengah kebun sutra; di Kota Wisata mendapatkan kota yang penuh dengan tempat wisata; di Legenda Wisata menikmati berbagai legenda wisata; di Grand Wisata mengalami sebuah wisata akbar; dan di CitraGarden menyaksikan sebuah taman pencitraan.

Sama kecewanya kalau Anda berharap developer bisa menjelaskan arti nama sejumlah perumahan dan apartemen di Jabodetabek yang dikembangkannya seperti West Coast, Green Lake City; San Lorenzo, Il Lago; de Frangipani, de Park; Discovery Terra, Discovery; Oak Tower, Silkwood Residences; The Windsor Luxury Apartment; St Moritz Penthouse & Residences; Verde Resort Residences; the Royale Springhill Residences; The Premier Best Western, dan bejibun contoh lagi.

Yang ditanya pasti bingung selain memang tidak ada perlunya dijelaskan, karena pemakaian nama-nama itu sama sekali tidak menunjuk pada realitasnya. Apa anda pikir kalau datang ke The Windsor dan St Moritz (keduanya proyek apartemen di Jakarta Barat), anda akan mengalami suasana salah satu istana keluarga Kerajaan Inggris atau kota resort terkenal di Swiss?

Di masa Orde Baru penamaan proyek properti dengan istilah-istilah asing itu pernah dikritik Presiden Soeharto. Pengembang pun ramai-ramai mengubah nama proyeknya ke bahasa Indonesia. Tapi, pengubahan itu pun “asplak” alias asal jeplak. Contoh, Green Garden diubah menjadi Gren Gaden. Kalau Green Garden bisa diartikan “taman hijau”, Gren Gaden apa artinya? Contoh lain, CitraGrand dimodifikasi menjadi CitraGran. Bila CitraGrand dapat diartikan “besar citranya”, CitraGran artinya citra apa?

Pengembang sebuah perumahan berskala kota di Serpong, Tangerang-Provinsi Banten, pernah mengatakan, penggunaan istilah asing sangat memengaruhi pemasaran proyeknya. Sewaktu masih memakai bahasa Indonesia atau Sanskerta, penjualan proyeknya datar-datar saja. Tapi, manakala diubah menjadi nama-nama asing, penjualan pun melesat. Itu sebabnya Kota Mandiri Bumi Serpong Damai (BSD) diganti menjadi BSD City, Bintaro Jaya dipromosikan sebagai The Professional’s City, bukan Kota Kaum Profesional.

Hipersemiotika sudah lama melulur bahasa dunia properti Indonesia. Makna dan realitas tidak penting, yang penting simbol, citra. Makin sensasional bahasanya, kian jauh realitasnya. Sebelum reformasi kita sudah mengenal nama Royal Sentul Highland, Islamic Village, Bogor Lake Side, Casa de Valencia, Golden Vienna, Acropolis, dan seterusnya.

Tapi, anehnya sekitar 40 tahun lalu seorang pengembang tersohor menamai sebuah proyek perumahan kaum berpunya di Jakarta Selatan dengan nama yang rendah hati: Pondok Indah. Pondok dalam bahasa Indonesia identik dengan hunian untuk kalangan bawah (bangunan tempat tinggal sementara yang biasa dibangun di sawah dan ladang; bangunan berpetak-petak berdinding bilik beratap rumbia). Tambahan kata indah tidak membantu mengangkat konotasi kata itu menjadi lebih elit. Tapi, sampai sekarang Pondok Indah dikenal orang sebagai kawasan hunian kaum berduit. Belum terdengar penghuninya mengeluhkan pilihan nama tersebut.

Ditulis oleh Yunazh, Redaktur Ayoproperti.com


Dapatkan berita update AyoProperti.com di Google News


Read more stories:

10 Faktor Penentu Harga Rumah 4

10 Faktor Penentu Harga Rumah 3

10 Faktor Penentu Harga Rumah 2

10 Faktor Penentu Harga Rumah 1

Beli Properti untuk Investasi Sebaiknya Tunai atau Kredit?