Bagi Developer Konsumen Adalah Investor

Bagi Developer Konsumen Adalah Investor

Ilustrasi proyek Meikarta


Konsumen adalah raja merupakan ungkapan yang sering dikemukakan di dunia bisnis. Karena dianggap raja, konsumen harus dilayani kebutuhan dan keinginannya sebaik-baiknya kalau bisnis mau menghasilkan cuan. Tapi, di dunia real estate, konsumen lebih dianggap sebagai investor ketimbang raja. Hal itu diakui antara lain oleh Indra W Antono saat menjadi petinggi salah satu perusahaan developer terbesar di Indonesia. "Di bisnis properti konsumen itu bukan raja tapi mitra investor," katanya dalam sebuah kesempatan seperti dikutip majalah HousingEstate dalam salah satu edisinya beberapa tahun lalu.

Kenapa dikatakan mitra investor, karena konsumen sejak awal ikut join membiayai pengembangan sebuah proyek real estate dengan membeli produknya yang masih inden. Karena merupakan mitra investor, konsumen seperti halnya developer yang menggagas, mendesain, dan mengembangkan proyek, akan mendapatkan keuntungan dari penjualan proyek sekaligus ikut menanggung risiko bila proyeknya bermasalah. Ini penting sekali dipahami konsumen, karena hampir 100 persen proyek properti dipasarkan secara inden, masih berupa gambar dengan janji serah terima sekian bulan kemudian. Indennya biasanya antara 18-24 bulan untuk rumah tapak menengah atas setelah pembayaran tanda jadi, dan 36-42 bulan untuk rumah susun atau apartemen.

Karena inden, risiko pembelian properti itu menjadi tinggi. Apalagi saat dipasarkan biasanya legalitas dan perizinannya masih dalam proses. Jaminan konsumen hanya komitmen pengembang dan kwitansi pembayaran tanda jadi atau uang muka. Risikonya makin tinggi bila pembelian properti inden itu dilakukan secara tunai (langsung atau bertahap). Menurut Ferry Salanto, Senior Associate Director Research Colliers Indonesia, yang menghidupkan pasar properti selama ini adalah para investor properti yang membeli rumah kedua dan seterusnya itu, bukan end user yang membeli rumah pertama untuk dihuni sendiri.

Para investor itu sudah paham risiko berinvestasi dalam properti inden. Karena itu mereka diam saja ketika sebuah proyek yang mereka beli produknya tersendat atau melenceng pengembangannya. Sebaliknya konsumen yang tidak paham cara pandang developer di atas, dan ikut-ikutan membeli properti inden secara tunai sebagai investasi, langsung heboh begitu proyeknya terkendala atau bermasalah. Contoh teranyar bisa dilihat dalam kasus Meikarta besutan Lippo Karawaci. Jadi, kalau mau ikutan berinvestasi dalam properti inden, sejak awal sebaiknya anda sudah memahami cara pandang developer terhadap konsumen itu.

Membeli properti inden dengan kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA) dari perbankan bisa meminimalisir risiko itu. Tapi potensi keuntungan dari pembelian (investasi) properti dengan KPR/KPA jauh lebih kecil dibanding bila dibeli secara tunai. Investasi properti memang high return high risk. Kalau anda berharap cuan yang besar, anda harus siap juga menanggung risiko yang tinggi. Bahkan, seandainya anda membeli properti inden yang dikembangkan developer besar yang tersohor dan sudah tbk sekalipun. “Developer dengan nama besar pun bisa kepleset (wan prestasi),” kata Ferry. Salah satu contohnya, ya Meikarta itu.   


Dapatkan berita update AyoProperti.com di Google News


Read more stories:

Pulaintan-Nishitetsu Topping Off The Veranda

Dengan Rp1 Juta Kamu Sudah Bisa Jadi Juragan Rumah Kos

7 Alasan Investasi Properti Tetap Menarik

Beli Properti untuk Investasi Sebaiknya Tunai atau Kredit?

Properti Siap Huni Tetap Menguntungkan Sebagai Investasi