7 Alasan Investasi Properti Tetap Menarik

7 Alasan Investasi Properti Tetap Menarik

Kawasan rumah real estate


Saat ini sektor properti belum pulih, kendati pelemahan pasarnya sudah berlangsung hampir 10 tahun. Banyak pemilik duit yang menganggap berinvestasi dalam properti saat ini tidak menarik. Memang, ada sejumlah proyek properti yang diklaim sukses dipasarkan. Tapi kalaupun benar, itu hanya cerita minoritas dari sekian banyak proyek. Dan lagi, kalau benar sejumlah proyek itu sukses, kenapa pula para pengembangnya ikut menggelar expo untuk menggenjot penjualan?

Benarkah properti saat ini tidak menarik sebagai investasi. Pengamat properti seperti Panangian Simanungkalit menolaknya dengan alasan sebagai berikut.

Pertama, suplai properti di Indonesia selalu lebih rendah dibanding kebutuhannya. Itu terlihat dari masih sangat rendahnya kapitalisasi bisnis properti atau rasio penyaluran KPR terhadap PDB di Indonesia yang di bawah 3%, dibanding negara lain yang sudah belasan sampai puluhan persen. Jadi, bisnis properti di Indonesia masih jauh dari mature. Karena itu kalaupun sekarang pasarnya lesu, harganya akan tetap naik. Tinggal bagaimana investor memilih properti yang tepat sebagai investasi dan sabar menunggu momentum melepasnya saat pasar rebound.

Kedua, kenaikan harga properti selalu di atas inflasi. Kalau sekarang saat pasar lesu inflasi sekitar 3%, kenaikan nilai properti lebih dari dua kali lipat angka inflasi tersebut. Bunga deposito saat ini memang di atas inflasi juga, sekitar 5-6%. Tapi, setelah dikurangi pajak bunga deposito 20%, return bersihnya hampir sama dengan inflasi.

Ketiga, properti bisa dibeli dengan sedikit modal (10–30 persen dari nilai jualnya berupa uang muka) dengan kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA) dari perbankan. Sebaliknya deposito, serta investasi dalam saham, obligasi, emas, dan sejenisnya harus dibayar penuh. Jadi, kalaupun return investasi properti tidak begitu jauh dari bunga bersih deposito, investor tetap lebih untung karena mengeluarkan modal awal jauh lebih kecil untuk membeli properti.

Panangian mengakui, properti bukan investasi yang likuid alias tidak serta merta bisa diuangkan. Tapi, liquidity risk properti itu menurutnya moderat. Alasannya, dilepas dalam situasi mendesak pun harga properti tidak akan di bawah nilai perolehannya. Apalagi, kalau mempertimbangkan modal awal yang jauh lebih kecil untuk membeli sebuah properti, adalah wajar perlu lebih bersabar saat menjualnya.

Keempat, properti tetap menarik sebagai investasi karena ada anomali (fenomena yang sulit dijelaskan secara rasional) di Indonesia. Dalam situasi apapun, harga properti di Indonesia selalu naik karena pasarnya lebih dikendalikan oleh developer (supply driven). Bahkan, saat suplainya berlebihan, harganya tidak jatuh karena investor tidak lantas ramai-ramai melepas propertinya seperti di negara maju. Mereka tetap menahannya. "Orang di Indonesia tidak mau jual rumahnya kalau harganya lebih rendah dibanding waktu dia beli,” kata Panangian. Orang Indonesia terkenal suka menabung dalam properti, karena yakin harganya selalu naik dan membuat mereka makin kaya. Kalau terjadi krisis, mereka tidak langsung menjual rumahnya tapi aset yang lain. Bila tidak ada lagi yang bisa dijual, mereka minta bantuan kerabatnya dulu. Sekarang tinggal bagaimana developer meyakinkan para pemilik uang itu, bahwa properti lebih menarik ketimbang deposito dengan menawarkan produk yang baik.

Kelima, properti di Indonesia tetap menarik sebagai investasi karena harganya tidak pernah berfluktuasi tajam seperti harga surat-surat berharga atau emas. Kalaupun ada properti yang turun harganya, skalanya terbatas di beberapa lokasi atau proyek.

Keenam, saat pasar lesu seperti saat ini merupakan momentum yang tepat berinvestasi dalam properti. Mumpung harganya masih stabil dan pengembang banyak menawarkan insentif kepada konsumen. Sekarang memang bukan saatnya menjual melainkan menahan yang ada di tangan dan membeli yang baru. Kalau pembelian menggunakan kredit bank, beli di proyek yang sudah bekerja sama dengan bank tersebut agar bisa mendapatkan bunga rendah.

Ketujuh, investasi properti masih menarik kalau propertinya dibeli di lokasi yang masih berkembang di dalam atau di pinggir kota, mudah diakses, dekat dengan interest area (bisnis, perkantoran, perdagangan, industri, pendidikan, hiburan, dan sejenisnya), dan dikembangkan developer dengan reputasi yang baik. “Membeli properti adalah kombinasi kepiawaian memilih momentum, lokasi, dan bentuk pembiayaannya,” jelas Panangian.  


Dapatkan berita update AyoProperti.com di Google News


Read more stories:

Pulaintan-Nishitetsu Topping Off The Veranda

Dengan Rp1 Juta Kamu Sudah Bisa Jadi Juragan Rumah Kos

Beli Properti untuk Investasi Sebaiknya Tunai atau Kredit?

Bagi Developer Konsumen Adalah Investor

Properti Siap Huni Tetap Menguntungkan Sebagai Investasi